Menyikapi bagaimana seorang politisi Golkar kemarin mengusulkan supaya melahirkan dicabut dari tanggungan BPJS, saya kian kesal dengan sistem kesehatan negeri ini.
Sekali lagi, saya merujuk kepada KUBA. Kesehatan gratis dan terjamin yang merupakan satu dari warisan terbesar El Comandante Fidel Castro ini merupakan jaminan dari negara sebagai jaminan paling mendasar hak warga negara untuk kesehatannya.
Tingkat kematian anak adalah 4,2 berbanding seribu. Usia harapan hidup perempuan laki-laki ada di rentang usia 77-81. Banyaknya dokter adalah 150 banding seribu, penanganan mereka sangat profesional dan tentunya humanis, karena dokter-dokter di KUBA diberitahukan bahwa profesi mereka ini bukan untuk uang melainkan untuk menolong sesama. Bahkan Ban Ki Moon selaku sekjen PBB dalam lawatannya ke Kuba memuji dan menyatakan bahwa sistem kesehatan di Kuba adalah sebuah contoh untuk ditiru di negara-negara lainnya di dunia.
Meskipun mereka punya akses teknologi kesehatan kurang mumpuni, listrik yang tidak stabil, pasokan air yang terkendala terlebih diakibatkan embargo dari Amerika akan tetapi keterbatasan alat dan sebagainya itu tidak menjadi kendala bagi mereka para tenaga medis sebagaimana dimuat dalam artikel Al-Jazeera dengan judul "Para pesulap medis Kuba", karena mereka selalu menemukan cara untuk menyelamatkan pasien-pasiennya. Mereka mampu berbuat maksimal di tengah serba keterbatasan mereka. Dan semuanya, mereka (para pasien) peroleh dengan cuma-cuma, operasi-operasi besar sekalipun kamu dapatkan gratis!
Selain itu mereka, walau bukan negara kaya, tetap menyodorkan tawaran beasiswa kedokteran gratis pada lebih dari 100 negara di dunia, termasuk juga ke 7 mahasiswa/i Indonesia yang sedang belajar di sana. Yang mana beasiswa ini mereka tawarkan pada para pelajar dari keluarga kurang mampu yang ingin mengenyam pendidikan kedokteran dan untuk kerja-kerja kemanusiaan juga nantinya dan didalamnya juga termasuk untuk pelajar Amerika sekalipun.
Para dokter di KUBA harus siap manakala mereka ditugaskan ke negara-negara lain yang membutuhkan mereka. Seperti ke Venezuela, Brazil, Italia dan banyak lagi. Pun juga ketika tsunami Aceh dan gempa Jogja dulu.
Bagaimana dengan negara gemah ripah loh jinawi ini?
Jaminan kesehatan kita adalah dalam skema asuransi! BPJS dimana kita harus membayar iuran bulanan, itu bukan jaminan namanya. Belum lagi pelayanannya yang berlarut-larut. Di KUBA sana, tidak ada pasien yang terbengkalai mengular dalam antrian dan diperlakukan dengan tak berperikemanusiaan karena dianggapnya mereka hanyalah pasien BPJS. Bahkan dokter pun akan melakukan kunjungan ke rumah jika diperlukan atau jika Anda tidak bisa pergi ke klinik/rumah sakit (bahkan sekolah pun demikian, ketika anak sakit dan tak bisa pergi belajar ke sekolah, maka guru yang akan mendatanginya).
APBN di Kuba, meskipun kecil namun anggaran paling besar mereka alokasikan pada sektor pendidikan dan kesehatan dan besaranya selalu pada kisaran 10% ke atas. Sedangkan kesehatan di Indonesia hanya di anggarkan di angka rata-rata 2% saja.
Ada yang tidak beres di negeri kaya ini, negeri yang teknologi kedokteran dan bangunan-bangunan rumah sakit serta kliniknya saja sudah megah dan mewah-mewah ini, negeri dengan penghasilan jor-joran dari segala sektor ini, negeri dengan SDA Mahakaya ini, dan tak mampu menjamin kesehatan warga negaranya sendiri dan kalah dengan Kuba? Jelas ada yang harus dibenahi di sini.
Kesehatan dan pendidikan tidak selayaknya menjadi komoditas industri, tidak selayaknya menjadi ranah komersialisasi. Ini harus kita jadikan sebagai bekal, modal SDM unggul Indonesia yang tak bisa kita tawar-tawar lagi.
Beranikah pemerintah kita merevolusikan pendidikan da kesehatan kita dengan memberikan anggaran yang pantas? Jika tidak, usah dipilih lagi dan mari kita pilih mereka yang memiliki concern atas ini.
Referensi:
https://www.aljazeera.com/amp/features/2015/5/1/cubas-medical-magicians
https://theconversation.com/is-the-cuban-healthcare-system-really-as-great-as-people-claim-69526