Kabarsukabumi.com - Menjelang Ramadan 1444 H atau Ramadan 2023, warga Desa Gunung Karamat, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menggelar tradisi seribu tumpeng, Sabtu (18/3/2023).

Tradisi seribu tumpeng ini merupakan kegiatan kedua dalam kurun waktu tiga tahun kepemimpinan kepala desa baru.

Sekdes Gunung Karamat juga Ketua Umum Acara, Ken Saraswati, mengatakan, tradisi 1.000 (seribu) tumpeng ini merupakan kegiatan kedua dalam kurun waktu tiga tahun kepemimpinan kepala desa baru.

"Ini sebetulnya tahun kedua mengadakan acara seribu tumpeng, tapi sebetulnya dalan kegiatan ini kita refleksi 3 tahun Pemerintahan Desa Gunung Karamat yang kita isi dengan gelar saji seribu tumpeng, ini juga sekaligus menyongsong bulan Ramadan, peringatan isra mi'raj juga," ujarnya dikutip dari tribunnews.com.

Menurutnya, kegiatan seribu tumpeng ini merupakan pengikat silaturahmi antar warga, juga antara pemimpin desa dengan warga Desa Gunung Karamat.

"Jadi kita ikat tujuannya adalah mengikat tali silaturahmi, tadi di sambutan saya sampaikan merajut kain kebangsaan yang mungkin terkoyak pasca Pilkades itu tidak bisa dipungkiri ya, biasanya kalau Pilkades itu kalau 1 periode gak selesai sekatan-sekatan, ini tujuannya agar masyarakat memiliki pemimpin dekat dengan masyarakatnya," jelasnya.

Tak hanya itu, Ken Saraswati mengatakan, tradisi ini juga untuk mempertahankan kearifan lokal di Desa Gunung Karamat.

"Nah salah satu tujuannya itu dengan mengusung mempertahankan kearifan lokal, jadi tuang sasarengan sareng pejabat (makan bersama pejabat), tidak ada sekatan tapi tetap mengusung etika dan sopan santun," katanya.

Makna Khusus Tumpeng

Ken Saraswati menjelaskan masih di laman tribunnews.com, tumpeng yang dibuat dengan ukuran kecil menyerupai kerucut memiliki makna khusus. 

Bagian pucuk tumpeng menandakan seorang pemimpin, dan bagian bawah menandakan masyarakat. Jadi, kata Ken, pemimpin tidak akan terpilih jika tidak ada masyarakat.

"Saya rasa kalau lihat tumpeng itu kerucut ya, kalau saya analogikan yang puncak ini adalah simbol pemimpin, sementara yang ini (bawah) adalah masyarakat atau rakyatnya, pemimpin itu gak bakalan jadi kalau gak ada rakyatnya, simbolnya seperti itu," jelasnya.

"Makanya tadi pemimpin dekat dengan rakyatnya, rakyatnya memiliki pemimpinnya, simbolnya itu, tumpeng itu saya rasa sakralnya juga ada ya," ucapnya. (*)